Monday, July 4, 2011

Materi Gelap / Dark Matter

Sejumlah pengamatan terus-terusan mengindikasikan bahwa Alam Semesta didominasi oleh komponen-komponen takterlihat — dark matter (materi gelap) dan dark energy (energi gelap). Penjelasan terhadap kegelapan kosmik ini adalah sebuah prioritas bagi para astronom dan fisikawan.



Apakah komposisi Alam Semesta?
Dalam kaitannya dengan kontribusi mereka terhadap kerapatan energi rata-rata, isi Alam Semesta adalah (kira-kira) 75% dark energy, 20% dark matter dan 5% materi (atomik) normal, denga sedikit kontribusi dari foton dan neutrino. Pengukuran-pengukuranini bergantung pada keabsahan model Dentuman Besar panas (the hot Big Bang), teori relativitas umum dan prinsip kosmologi (bahwa Alam Semesta ituseragam pada skala terbesar). Keluasan dan kedalaman eksperimen-eksperimen dan pengamatan-pengamatan yang mendukung paham-paham dasar ini memberikan kita keyakinan bahwa model kosmosini memiliki sebuah pondasi yang solid.

Apa bukti keberadaan dark matter?
Kita dapat menduga keberadaan dark matter lewat metode-metode pengamatan taklangsung, meskipun kita tidak mampumelihatnya (lihat Gambar). Hukum Newton menyatakan bahwa massa sebuah objek dapat dihitung oleh pergerakan dari satelit yang berotasi terhadap dirinya. Dengan cara itu, orang telah menghitung dan menemukan bahwa massa kluster galaksi lebih besar daripada jumlah massa dari bintang-bintang dan gas antara bintang-bintang yang merupakan komponen dari tiap-tiap galaks tersebut. Dan ada banyak bukti-bukti yang mendukung.

Sejauh ini ada alasan yang bagus untuk mengharakan bahwa “barang” ekstra ini bukanlah materi biasa. Jika tidak, tentu tidak sulit bagi para astronom untuk menemukan mereka karena jumlahnya sangat banyak (mengisi 20% Alam Semesta). Dan lebih jauh lagi, mereka akan meninggalkan sebuah tanda yang jelas di radiasi latar gelombang radio kosmik (cosmic microwave background, atau disingkat CMB, yaitu radiasi sisa-sisa dari proses Dentuman Besar), dan dalam sifat-sifat galaksi dan kluster.

Kenapa kita tidak dapat menyimpulkan bahwa hukum-hukum Newton tidak berlaku untuk ukuran galaksi atau kluster?
Pernyataan itu mungkin adalah sebuah hipotesis yang masuk akal beberapa dekade yang lalu. Namun, apapun teori gravitasi lain yang bertanggung jawab pada dinamika galaksi dan kluster juga harus menjelaskan data raksasa lensa gravitasi (pembelokkan cahaya yang berasal dari sumber yang jauh oleh massa sebuah objek), CMB dan struktur skala-besar. Pada saat yang bersamaan, teori ini juga harus memenuhi ketepatan yang dapat diterima jika diterapkan pada gravitasi yang berasal dari dalam Tata Surya.

Berapa banyak dark matter di sekitar kita?
Kecepatan orbit bintang-bintang di dalam galaksi Bimasakti mengindikasikan bahwa kerapatan massa rata-rata dark matter di sekitar kita adalah sekitar seperti tiga dari massa proton per sentimeter kubik. Sebagai gambaran, jumlah ini adalah 106 kali lebih besar daripada kerapatan rata-rata kosmos, tapi 10-24 kali lebih kecil daripada kerapatan rata-rata air.

Karena apapun objek yang terbuat dari dark matter bergerak dalam potensial gravitasi galaktik (gravitasi yang berasal dari galaksi), kita tahu bahwa mereka pasti bergerak dengan kecepatan sekitar 200 kilometer per detik. Kecepatan orbit Bumi mengelilingi Matahari menandakan sejumlah keberadaan dark matter di antara Bumi dan Matahari bervariasi sekitar 10% dari musim panas ke musim dingin (lihat Gambar). Lebih jauh lagi, distribusi dark matter dalam galaksi mungkin tidak rata; pembentukan galaksi adalah sebuah proses yang berkelanjutan, dan perhitungan-perhitungan komputasi menunjukkan bahwa mungkin ada substruktur dark matter dalam bentuk bongkahan dan arus pasang dengan jumlah yang signifikan.

Apakah taruhan terbaik untuk partikel dark matter?
Dari beragam kumpulan usulan, ide yang paling menjanjikan melibatkan partikel-partikel elementer yang baru. Di antara kandidat yang sudah teruji oleh penyelidikan teoritis adalah partikel massif berinteraksi lemah (weakly interacting massive particle, WIMP) dan axion. WIMP berinteraksi lemah dengan materi normal, seperti juga halnya neutrino. WIMP muncul secara alamiah dalam perluasan Model Baku (extension of the Standard Model, sebagian menyebutnya beyond the Standard Model) dalam fisika partikel — WIMP hadir, misalnya, dalam supersimetri atau dalam model-model dengan dimensi ekstra besar (large extra dimension).

Pendektesian WIMP adalah salah satu tujuan utama proyek Large Hadron Collider (LHC) di CERN, dekat Genewa, Swis. Kandidat yang lain, axion,adalah sebuah partikel hipotetik elementer yang dihadirkan untuk menjelaskan sejumlah simetri dalam interaksi kuat yang mengikat quark-quark di dalam proton dan neutron. Kemungkinan lain tetap ada, jadi penting bagi kita untuk tetap berpikir terbuka. Meskipun demikian, keterbatasan akan kekuatan interaksi partikel-partikel dark matter dengan materi biasa, kestabilan mereka terhadap proses peluruhan (decay) dan “kedinginan” mereka — partikel-partikel dark matter saat ini pasti bergerak lebih lambat daripada kecepatan cahaya — membuat kita mampu untuk memilah-milah partikel-partikel mana saja yang mungkin sebagai kandidat dark matter.

Eksperimen atau pengamatan apa yang dapat membantu?
Jelas, resolusi yang paling meyakinkan untuk masalah dark matter adalah deteksi langsung partikel dark matter. Saat ini ada sekitar 20 proyek eksperimen yang mencoba menangkap WIMP dengan prinsip kerja sebagai berikut. Ketika sebuah WIMP dari halo galaktik tertangkap oleh detektor, WIMP akan berinteraksi dengan inti atom yang membuat WIMP terhamburkan dan inti atom terpental (recoil effect). Energi sejumlah 10-1000 kiloelektronVolt akan dihasilkan dari interaksi tersebut. Energi ini disimpan dalam detektor tersebut untuk dipelajari.

Inti target dalm sejumlah eksperimen ini diletakkan di dalam kristal metal; pentalan inti dideteksi lewat energi hasil pentalan yang disimpan dalam detektor. Tantangan dari eksperimen-eksperimen ini adalah untuk membedakan sinyak dari dark matter dari sinyal-sinyal radiasi latar dari Bumi yang jumlahnya sangat banyak. Tapi, eksperimen-eksperimen generasi terbaru sudah lebih sensitif sehingga dalam waktu dekat memungkinkan bagi kita untuk menguji model-model dark-matter yang dibuat dari fisika partikel.

Penemuan partikel-partikel yang belum diketahui di eksperimen LHC akan semakin mengerucutkan partikel-partikel kandidat dark matter dan menaikkan rasa percaya diri kita bahwa kita berada di jalan yang benar. Tapi, hal ini semua tidak serta-merta menghilangkan kebutuhan pendeteksian astrofisik secara langsung.

Adakah cara lain untuk melihat dark matter?
Meskipun WIMP sendiri berada dalam teori yang mapan, pasangan WIMP dapat saling menghilangkan (annihilation atau pemusnahan), menghasilkan foton berenergi tinggi dan sinar kosmik dalam wujud positron (partikel antielektron), antiproton dan neutrino. Kita dapat mendeteksi partikel-partikel hasil pemusnahan sepasang WIMP ini dan hasilnya mungkin dapat memberikan bukti taklangsung tentang keberadaan dark matter. Sumber terdekat yang paling mungkin dari partikel-partikel produk pemusahan tersebut adalah pusat galaktik (galactic center), di sana kerapatan dark matter sangat tinggi.

Kemungkinan sumber lain adalah di inti sejumlah galaksi kerdil (dwarf galaxy) di sekitar galaksi Bimasakti, yang mana dark matter mendominasi di sana (Gambar 1). Satu hal yang mungkin jadi petunjuk mengenai sumber ini adalah sinar gamma berenergi tunggal. Ada sejumlah eksperimen berbasis tanah (di Bumi), balon (di udara), dan satelit (di luar angkasa) yang tengah mencari petunjuk ini.

Bagaimana dengan eksperimen sinar kosmik…
Pada tahun 2008, proyek Payload for Antimatter Matter Exploration and Light-nuclei Astrophysics (PAMELA), sebuah eksperimen berbasis balon yang mengangkut piranti ATIC (Advanced Thin Ionization Calorimater), melaporkan adanya fluks sinar kosmik berenergi tinggi berupa positron dalam jumlah yang banyak. Sinar kosmik ini dapat jadi berasal dari pemusahan WIMP, tapi fluks yang teramati lebih tinggi beberapa puluh kali lipat, daripada prediksi model WIMP yang paling sederhana.

Salah satu interpretasi menyebutkankan bahwa dark matter WIMP lebih rumit daripada apa yang kita pikirkan. Meskipun demikian, penjelasan-penjelasan astrofisis yang kurang jelas (seperti percepatan partikel di dekat pulsar) harus dikesampingkan sebelum anomali disematkan pada dark matter.

… dan kemungkinan-kemungkinan ke depan untuk mempelajari dark matter?
Ekseperimen-eksperimen yang berdedikasi untuk mendeteksi dark matter secara langsung bertujuan untuk mengeksploitasi ‘angin’ WIMP dark matter (lihat Gambar ) dan mengisolasi karakteristik modulasi tahunan fluks WIMP dari sinyal-sinyal latar yang berasal dari Bumi. Sementara itu, Gaia, sebuah satelit yang direncanakan lepas landas dalam waktu dekat ini, bertujuan untuk merekam posisi dan gerak dari 109 buah bintang terdekat; rekaman ini menjadi peta yang akan dipakai untuk melacak medan gravitasi galaksi Bimasakti, dan dengan cara demikian menyimpulkan distribusi dark matter di dalam halo dark matternya.

Berbagai macam eksperimen, termasuk peluncuran terbaru Teleskop Ruang angkasa Sinar-gamma Fermi (Fermi Gama-raySpace Telescope), akan dilakukan untuk mencari sinar gamma dari pemusnahan WIMP. Dan teleskop neutrino berenergi tinggi, seperti IceCube di Kutub Selata, akan mencari neutrino yang dihasilkan oleh pemusnahan WIMP yang telah terakumulasi (bertumbuk) di dalam Matahari dan Bumi.








Source: Nature Magazine