Monday, September 5, 2011

Candi Sukuh

Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.

ORANG sering mengidentikkan Candi Sukuh di Karanganyar, dengan istilah candi porno atau candi erotis.



Ini wajar saja, sebab sejumlah relief yang terpahat di dinding atau bagian candi lain, tergambar vulgar, tak seperti relief pada lantai teras pertama Candi Sukuh, terpampang lingga saling berhadapan dengan Yoni dalam bentuk yang sebenarnya.

Lalu orang pun menghubungkan relief yang disebut-sebut sebagai lambang kesuburan ini dengan kepercayaan mistik. Tersebutlah kepercayaan, seorang wanita akan mengalami peristiwa memalukan seperti sobek ataupun lepas kain yang dikenakan, manakala melewati relief ini, jika ia memiliki perilaku kurang terpuji. Bahkan ada pula kepercayaan, seorang gadis yang tidak perawan lagi, dari kemaluannya akan meneteskan darah manakala melangkahi relief lingga dan yoni itu.


 
Benar atau tidak kepercayaan berbau mistik ini, yang jelas candi yang diperkirakan dibuat sekitar abad XV ini menjadi menarik manakala dikaitkan dengan misteri yang senantiasa menyelimutinya. Banyak relief di Candi Sukuh hingga sekarang tak terpecahkan kerahasiaannya. Termasuk pakar sejarah Dr. WF Stutterneim yang pernah meneliti candi Sukuh dan Candi Cetho, belum bisa mengungkap secara tuntas misteri candi yang satu ini. Belum lagi bila dipertemukan dengan pembuat candi tersebut.

Dari sisi fisik relief, sungguh berbeda dengan candi lain seperti Candi Borobudur atau Prambanan yang tertatah halus dan rapi. Relief yang terpahat di Candi Sukuh ini kasar, wagu, dan sederhana karenanya, bukan mustahil jika relief di Candi Sukuh ini dikerjakan masyarakat biasa, atau paling tidak bukan seniman pahat, bahkan barangkali dikerjakan orang-orang terpencil.



Sejarah singkat penemuan 
Situs candi Sukuh ditemukan kembali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Kemudian setelah masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, yang berwarganegara Belanda melakukan penelitian. Lalu pada tahun 1928, pemugaran dimulai.
 
Denah candi Sukuh.
Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang menyolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bahkan bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir. Di bawah akan dibahas lebih lanjut mengenai bentuk ini.



Kesan kesederhanaan ini menarik perhatian arkeolog termashyur Belanda W.F. Stutterheim pada tahun 1930. Beliau lalu mencoba menjelaskannya dengan memberikan tiga argumen: pertama, kemungkinan pemahat candi Sukuh bukan seorang tukang batu melainkan tukang kayu dari desa dan bukan dari kalangan keraton, kedua candi dibuat dengan agak tergesa-gesa sehingga kurang rapi atau ketiga, keadaan politik kala itu dengan menjelang keruntuhannya Majapahit karena didesak oleh pasukan Islam Demak tidak memungkinkan untuk membuat candi yang besar dan megah.

Para pengunjung yang memasuki pintu utama lalu memasuki gapura terbesar akan melihat bentuk arsitektur khas bahwa ini tidak disusun tegak lurus namun agak miring, berbentuk trapesium dengan atap di atasnya.

Batu-batuan di candi ini berwarna agak kemerahan, sebab batu-batu yang dipakai adalah jenis andesit.


Gapura utama candi Sukuh.
Pada teras pertama terdapat gapura utama. Pada gapura ini ada sebuah sangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta abara wong. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gapura sang raksasa memangsa manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi.



 Gerbang pertama candi
Begitu memasuki teras pertama Candi Sukuh, orang sudah dihadapkan pada tanda tanya besar. Betapa pada bagian ini terdapat gapura yang mirip dengan pylon sejenis gapura masuk ke piramida di Mesir. Dari sini pula pakar sejarah purbakala sering menghubungkan keberadaan gapura teras pertama Candi Sukuh tersebut dengan seni Mesir dan Meksiko, dengan menganalogkan fisik keduanya.


Lingga dan Yoni. 
 Hal yg biasa ditemukan di semua candi hindu, sbg lambang kesuburan, tetapi dalam candi ini bentuknya dibuat sangat mirip dg kelamin manusia

 
ini terdapat di dalam gapura utama (saat ini tertutup gerbang) terdapat relief yang cukup unik yaitu relief lingga-yoni dalam ikatan rantai. Diartikan sebagai awal mula kehidupan yang dimulai dari pria dan wanita dalam suatu ikatan. Relief unik ini termasuk salah satu yang dikeramatkan, karena konon diyakini dapat memprediksi ‘keperawanan’ seorang wanita. Ada salah satu ritual yang dulu sangat diyakini untuk mengetahui keperawanan seorang perempuan, maka seorang perempuan dengan menggunakan kain/jarik saat akan melangkah di atas relief tersebut, bila dia perawan maka akan ‘berdarah’ namun bila tidak lagi perawan, kain yang di gunakannya akan tercabik-cabik (mohon di koreksi bila ternyata saya salah). Hebatnya orang jaman dulu itu, sudah bisa membuat virginity detector.


Teras kedua candi



Gapura pada teras kedua sudah rusak. Di kanan dan kiri gapura yang biasanya terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala, didapati pula, namun dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi. Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak dijumpai banyak patung-patung. Namun pada gapura ini terdapat sebuah candrasangkala pula dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku anahut buntut. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gajah pendeta menggigit ekor”. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456 Masehi. Jadi jika bilangan ini benar, maka ada selisih hampir duapuluh tahun dengan gapura di teras pertama!


Teras ketiga candi
Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa relief di sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan. Jika para pengunjung ingin mendatangi candi induk yang suci ini, maka batuan berundak yang relatif lebih tinggi daripada batu berundak sebelumnya harus dilalui. Selain itu lorongnya juga sempit. Konon arsitektur ini sengaja dibuat demikian. Sebab candi induk yang mirip dengan bentuk vagina ini, menurut beberapa pakar memang dibuat untuk mengetes keperawanan para gadis. Menurut cerita, jika seorang gadis yang masih perawan mendakinya, maka selaput daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak perawan lagi, maka ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas.



Candi utama ... lebih mirip candi bangsa Maya
 
Patung Dwarapala (jin Penjaga) yg bisa dibilang kasar dalam pahatan, atau memang sengaja dipahat secara kasar?



Kemudian ada sebuah bangunan kecil di depan candi utama yang disebut candi pewara. Di bagian tengahnya, bangunan ini berlubang dan terdapat patung kecil tanpa kepala. Patung ini oleh beberapa kalangan masih dikeramatkan sebab seringkali diberi sesajian.


Kemudian pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian relief-relief yang merupakan mitologi utama Candi Sukuh dan telah diidentifikasi sebagai relief cerita Kidung Sudamala. 




 

Urutan reliefnya adalah sebagai berikut.
Relief Relief
 

Di bagian kiri dilukiskan sang Sahadewa atau Sadewa, saudara kembar Nakula dan merupakan yang termuda dari para Pandawa Lima. Kedua-duanya adalah putra Prabu Pandu dari Dewi Madrim, istrinya yang kedua. Madrim meninggal dunia ketika Nakula dan Sadewa masih kecil dan keduanya diasuh oleh Dewi Kunti, istri utama Pandu. Dewi Kunti lalu mengasuh mereka bersama ketiga anaknya dari Pandu: Yudhistira, Bima dan Arjuna. Relief ini menggambarkan Sadewa yang sedang berjongkok dan diikuti oleh seorang punakawan atau pengiring. Berhadapan dengan Sadewa terlihatlah seorang tokoh wanita yaitu Dewi Durga yang juga disertai seorang punakawan.



Pada relief kedua ini dipahat gambar Dewi Durga yang telah berubah menjadi seorang raksasi (raksasa wanita) yang berwajah mengerikan. Dua orang raksasa mengerikan; Kalantaka dan Kalañjaya menyertai Batari Durga yang sedang murka dan mengancam akan membunuh Sadewa. Kalantaka dan Kalañjaya adalah jelmaan bidadara yang dikutuk karena tidak menghormati Dewa sehingga harus terlahir sebagai raksasa berwajah buruk. Sadewa terikat pada sebuah pohon dan diancam dibunuh dengan pedang karena tidak mau membebaskan Durga. Di belakangnya terlihat antara lain ada Semar. Terlihat wujud hantu yang melayang-layang dan di atas pohon sebelah kanan ada dua ekor burung hantu. Lukisan mengerikan ini kelihatannya ini merupakan lukisan di hutan Setra Gandamayu (Gandamayit) tempat pembuangan para dewa yang diusir dari sorga karena pelanggaran.

 Pada bagian ini digambarkan bagaimana Sadewa bersama punakawannya, Semar berhadapan dengan pertapa buta bernama Tambrapetra dan putrinya Ni Padapa di pertapaan Prangalas. Sadewa akan menyembuhkannya dari kebutaannya.

 Adegan di sebuah taman indah di mana sang Sadewa sedang bercengkerama dengan Tambrapetra dan putrinya Ni Padapa serta seorang punakawan di pertapaan Prangalas. Tambrapetra berterima kasih dan memberikan putrinya kepada Sadewa untuk dinikahinya.

 Relief ini merupakan adegan adu kekuatan antara Bima dan kedua raksasa Kalantaka dan Kalañjaya. Bima dengan kekuatannya yang luar biasa sedang mengangkat kedua raksasa tersebut untuk dibunuh dengan kuku pañcanakanya.

Patung Patung Garuda
Lalu pada bagian kanan terdapat dua buah patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian tirta amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti.

 
Patung garuda yg berbadan manusia. Pada candi hindu umumnya patung ini sangat berbeda ...

 
 Patung dewa wisnu yg sangat berbeda dengan patung dewa wisnu yg ditemukan pada candi2 hindu umumnya

Pertanyaannya adalah: apakah mereka tidak bisa memahat atau memang sengaja dipahat demikian?

Prasasti Sukuh

Kemudian sebagai bagian dari kisah pencarian amerta tersebut di bagian ini terdapat pula tiga patung kura-kura yang melambangkan bumi dan penjelmaan Dewa Wisnu. Bentuk kura-kura ini menyerupai meja dan ada kemungkinan memang didesain sebagai tempat menaruh sesajian. Sebuah piramida yang puncaknya terpotong melambangkan Gunung Mandaragiri yang diambil puncaknya untuk mengaduk-aduk lautan mencari tirta amerta



Beberapa bangunan dan patung lainnyaSelain candi utama dan patung-patung kura-kura, garuda serta relief-relief, masih ditemukan pula beberapa patung hewan berbentuk celeng (babi hutan) dan gajah berpelana. Pada zaman dahulu para ksatria dan kaum bangsawan berwahana gajah

Kaum bangsawan yg berkendaraan gajah
Relief gajah dan lihatlah bagian bawahnya ... kaki kelima gajah?

Babi bertanduk seperti kerbau dan bersirip seperti ikan? Chimera ala Jawa?

 Lalu ada pula bangunan berelief tapal kuda dengan dua sosok manusia di dalamnya, di sebelah kira dan kanan yang berhadapan satu sama lain. Ada yang berpendapat bahwa relief ini melambangkan rahim seorang wanita dan sosok sebelah kiri melambangkan kejahatan dan sosok sebelah kanan melambangkan kebajikan. Namun hal ini belum begitu jelas.


Ada lagi relief yang mungkin melambangkan kekuasaan


Patung Paling Kontroversial dan yg paling bertanggungjawab atas dituduhnya candi Sukuh ini sebagai candi Porno .....


Bbrp ahli berpendapat ini hanyalah patung dewa kesuburan. Ataukah patung ini menunjukkan bahwa laki2 harus menjaga kemaluannya? di sebelah patung ini terdapat altar lebar dengan patung yang sudah hilang, konon katanya di atas altar ini terdapat patung lingga (testis) yang besar (entah dimana patung itu berada sekarang???)


Altar dilihat dari atas candi utama


Dan satu lagi relief yang membingungkan membuat para ahli berbeda pendapat

Catatan Saya
Memang dalam aliran Tantrayana, atau sinkritisme antara hindu dan budha ini, didalam ajarannya mempunyai orientasi kosmologis dan kosmogenis dimana mikrokosmos merupakan bagian tak terpisahkan dengan makrokosmos(mirip dengan konsep manunggaling kawula lan gusti Siti Jenar), lantaran adanya kesamaan dalam hakekat. Dalam konteks ajaran ini, tubuh manusia merupakan miniatur alam semesta menjadi pusat pencarian yang tunggal.

Pencarian kepada sangkan paraning dumadi (asal muasal kehidupan) dilambangkan dengan pencapaian ke arah puncak candi induk di Candi Sukuh ini yang terletak di teras ketiga. Puncak candi induk ini melambangkan nirwana atau surga dalam mitologi Jawa kuno. Jadi mungkin candi ini memang untuk ibadah aliran tantrayana tersebut. mengenai mesum atau tidak, porno atau tidak, terserah anda yang menilainya. Yang jelas candi  dan budaya ini mau tidak mau harus diakui sebagai salah satu peninggalan nenek moyang kita.


Source