Tuesday, December 17, 2013

Sistem Biner Telah Lama Digunakan oleh Orang Polinesia Kuno

Aritmatika biner, dasar dari semua perhitungan digital saat ini, biasanya dikatakan telah ditemukan pada awal abad kedelapan belas oleh matematikawan Jerman Gottfried Leibniz. Namun sebuah studi saat ini menunjukkan bahwa jenis sistem biner sudah digunakan 300 tahun sebelumnya di kalangan masyarakat pulau kecil Mangareva di Polinesia Prancis.


Pulau Mangareva dari Satelit
Penemuan dibuat dengan menganalisis catatan sejarah budaya dan bahasa Mangarevan dan dilaporkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, menunjukkan bahwa beberapa keuntungan dari sistem biner yang dikemukakan oleh Leibniz dapat membuat motivasi kognitif untuk sistem ini muncul secara spontan, bahkan dalam masyarakat yang tanpa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Aritmatika biner murni bekerja dalam basis 2, bukan basis konvensional 10 (desimal), yang telah diadopsi oleh banyak budaya, mungkin sebagai konsekuensi dari mengandalkan sepuluh jari. Dengan basis 2, bilangan-bilangan disebutkan sebagai urutan pangkat dari 2: bukan unit puluhan (101), ratusan (102) dan ribuan (103), namun bilangan biner mengacu pada (20), (21), (22), (23) dan seterusnya.

Setiap bilangan dapat diwakili dengan cara ini hanya dengan menggunakan angka 1 dan 0, itulah sebabnya mereka dapat dikodekan dalam komputer dalam sistem on-off denyut listrik atau switch. Bilangan 13 dalam biner adalah 1101 (1 × 23 + 1 × 22+ 0 × 21 + 1× 20).

Leibniz menunjukkan pada tahun 1703 bahwa operasi aritmatika, akan menjadi sederhana dalam biner, seperti penjumlahan dan perkalian, kita tidak perlu mengingat aturan seperti 5 + 4 = 9 , atau 6 × 7 = 42. Sebaliknya, kita hanya perlu menerapkan beberapa aturan sederhana. Untuk penjumlahan, dengan hanya memakai angka 1 dan 0, hanya perlu mengingat bahwa 1 + 1 = 1 di posisi berikutnya, misalnya, 100 + 101 = 1001.


Menggabungkan Sistem
Meskipun jumlah-jumlah besar dalam bentuk biner memerlukan banyak digit. Namun menurut psikolog Andrea Bender dan Sieghard Beller dari University of Bergen di Norwegia, penulis studi terbaru, orang-orang Mangarevan menemukan solusi yang cerdik untuk itu, yang tampaknya telah mereka gunakan sebelum tahun 1450.

Mangareva adalah sebuah pulau vulkanik yang pemukim pertama nya tiba sekitar tahun 500-800 M. Mungkin memiliki populasi beberapa ribu sebelum interaksi substansial dengan Eropa dimulai pada abad kedelapan belas. Masyarakat yang sangat majemuk ini sebagian besar bergantung pada ikan laut dan umbi-umbian, dan diperlukan suatu sistem untuk menghitung jumlah transaksi besar dalam perdagangan dan upeti untuk kepala suku.

Pulau Mangareva
Kini hanya sekitar 600 orang yang menetap dipulau tersebut yang bisa berbahasa Mangareva, dan dalam hal apapun sistem angka disana telah lama digantikan oleh angka Arab karena pengaruh kolonialisme Prancis. Tapi Bender dan Beller telah merekonstruksi dari deskripsi yang ditulis oleh (sebagian besar orang Eropa) penulis di abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh .

Mereka menemukan bahwa penduduk Mangareva menggabungkan basis-10 dengan sistem biner. Mereka memiliki kata untuk angka 1 sampai 10, dan kemudian untuk kelipatan 10 dikalikan dengan pangkat dari 2 . Kata Takau (yang Bender dan Beller menyingkatnya sebagai K) berarti 10; Paua (P) berarti 20; Tataua (T) adalah 40 , dan Varu (V) singkatan dari 80. Dalam notasi ini, misalnya, 70 berarti TPK dan 57 adalah TK7 .

Bender dan Beller menunjukkan bahwa sistem ini mempertahankan penyederhanaan aritmatika biner  karena mereka tidak perlu mengingat banyaknya kata yang mewakili angka tetapi hanya mengikuti beberapa aturan sederhana, seperti 2 × K = P dan P = 2 × T .

Meskipun sistem ini memiliki kekurangan, namun keuntungannya lebih besar daripada kekurangannya.

Faktor Budaya
Ilmuwan kognitif Rafael Nuñez di University of California, San Diego, menunjukkan bahwa ide sistem biner sebenarnya lebih tua dari budaya Mangarevan. "Hal ini dapat ditelusuri kembali ke China kuno, sekitar abad ke-9 SM", katanya, dan dapat ditemukan dalam I Ching, sebuah teks Cina kuno berusia ribuan tahun - yang menginspirasi Leibniz. Nuñez menambahkan bahwa "kelompok kuno lainnya, seperti Maya, menggunakan kombinasi canggih dari sistem biner dan desimal untuk melacak waktu dan fenomena astronomi. Dengan demikian, keuntungan kognitif yang mendasari sistem penghitungan Mangarevan mungkin tidak unik."

Bender dan Beller mengatakan bahwa 'mencampur' sistem seperti ini tidak mudah. Namun sungguh mengherankan bahwa orang-orang Mangareva mendapatkan ide pencampuran sistem tersebut, mengingat mereka tinggal di sebuah pulau kecil dengan populasi kecil dan relatif jauh dari benua. "Fakta ini menunjukkan betapa budaya adalah penting untuk pengembangan kognisi numerik - misalnya, bagaimana dalam hal ini berurusan dengan angka-angka besar dapat memotivasi solusi inventif," kata Bender dan Beller.

Nuñez setuju, ia menambahkan bahwa penelitian menunjukkan "keunggulan faktor budaya lah yang mendasari penemuan sistem bilangan, dan keragaman dalam kognisi numerik manusia".




Source