Pohon-pohon cedar ditanam selama periode 20 tahun mulai dari tahun 1625 sebagai jalan menuju kuil Toshogu di Nikko oleh Matsudaira Masatsuna, seorang tuan tanah yang mengabdi pada Tokugawa Ieyasu. Setelah Tokugawa Ieyasu meninggal pada tahun 1616, Masatsuna Matsudaira mulai melakukan pembangunan kui Toshogu Nikko, dan ia mulai menanam pohon cedar Jepang di sepanjang jalan utama yang mengarah ke Nikko. Diperkirakan sekitar 200.000 pohon cedar ditanam pada saat itu. Sayangnya, penebangan besar-besaran untuk pembangunan jalan ini kemudian, serta paparan gas buang kendaraan yang terus menerus, telah merusak pohon-pohon dan mengurangi jumlah mereka, hingga kini hanya tinggal 13.000 pohon.
Pada Periode Edo, Jalan Cedar ini berada di bawah kendali Nikko bugyō (Hakim), dan dirawat dengan baik. Setiap kali ada pohon layu atau tumbang, maka aparat desa diwajibkan untuk memberitahu ke kantor hakim. Pohon yang rusak hanya bisa ditebang setelah mendapat izin petugas dari Hakim, dan diwajibkan untuk menanam bibit di tanah kosong di mana pohon tumbang tersebut pernah berdiri. Pada saat yang sama, desa-desa yang berada di sepanjang jalan, bertanggung jawab untuk perbaikan jalan, penyiangan pohon, dan menjaga agar seluruh Cedar Street tetap bersih dan asri.
Saat kebijakan modernisasi Pemerintah Meiji, pembangunan besar-besaran dilaksanakan secara nasional. Selama periode ini, ribuan pohon ditebang untuk pemeliharaan jalan. Selain itu, ada rencana yang disusun untuk menerapkan logging skala penuh dari Cedar Street untuk tujuan rekonstruksi keuangan, tapi untungnya ini dapat dihindari.
Saat ini, Cedar Avenue of Nikkō adalah kekayaan budaya dan satu-satunya yang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai Situs Bersejarah Istimewa sekaligus sebagai Monumen Alam Istimewa.
Baca Juga:
Source