Misteri 'Bunuh Diri' Burung-Burung adalah fenomena unik yang terjadi di Jatinga antara bulan September dan November setiap tahun. Selama bulan-bulan akhir monsoon, beberapa burung migran dan lokal melakukan bunuh diri massal di desa ini. Tepat setelah matahari terbenam, antara pukul 19.00 dan 22:00, ratusan burung turun dari langit, dengan menabrak bangunan dan pohon, lalu jatuh dan mati. Fenomena ini telah membuat bingung penduduk desa, pengunjung dan ilmuwan. Selama bertahun-tahun, penduduk setempat percaya bahwa roh-roh jahat yang tinggal di langit yang bertanggung jawab atas jatuhnya burung-burung tersebut.
Tentu saja, hal tersebut tidak benar. Setelah beberapa penelitian ilmiah dilakukan, telah disimpulkan bahwa burung-burung tersebut umumnya menjadi bingung karena kabut hujan. Jadi mereka tertarik dengan lampu-lampu desa dan terbang ke arahnya, kadang-kadang menghantam dinding dan pohon saat terbang kearah cahaya. Beberapa burung mati, sementara yang lain terluka secara menyedihkan, menjadi mangsa mudah bagi penduduk desa untuk ditangkap. Burung-burung yang terluka dijumpai sering dalam keadaan bingung dan acak-acakan, dan tidak melakukan perlawanan apapun ketika penduduk desa menangkap mereka.
Studi juga menunjukkan bahwa burung-burung tersebut hanya datang dari Utara dan jatuh pada sepetak tanah yang terdefinisikan dengan baik di desa - yang panjangnya 1,5 km dan lebar 200 meter. Lampu-lampu yang ditempatkan di sepanjang sisi selatan desa telah gagal untuk menarik setiap burung.
Burung-burung ini bukanlah burung-burung perantau jarak jauh. Ada 44 spesies burung telah diidentifikasi sebagai korban dan sebagian besar dari mereka berasal dari lembah dan lereng bukit di dekatnya. Burung-burung ini antara lain termasuk Kingfishers, Black Bitterns, Tiger Bitterns dan Bangau.
Beberapa penemuan menarik dibuat oleh para ilmuwan dan pengamat burung. Tampaknya sebagian besar burung yang bunuh diri kehilangan habitat alami mereka karena banjir selama musim hujan. Jadi mereka tampaknya bermigrasi ke tempat lain, dan Jatinga teerletak di jalur migrasi mereka. Tetapi tidak jelas mengapa burung-burung tersebut terbang di malam hari, atau mengapa mereka secara sukarela terjebak di tempat yang sama setiap tahun.
"Ini bukan bunuh diri, tepatnya," kata Anwaruddin Choudhury, seorang ahli burung terkenal di Assam. "Kenyataannya adalah bahwa burung tertarik oleh cahaya dan terbang menuju objek apapun dengan sumber cahaya. Fenomena ini masih menjadi teka-teki para spesialis burung. "
Ornitologi paling terkenal di India, Salim Ali, juga bingung. "Hal yang paling membingungkan bagi saya tentang fenomena ini adalah bahwa begitu banyak spesies burung diurnal terbang disaat dimana mereka seharusnya, tidur. Masalah ini layak dipelajari lebih ilmiah dari berbagai sudut," tulisnya.
Fenomena 'harakiri burung', seperti yang disebut penduduk setempat, pertama kali diamati oleh Zeme Nagas, suku yang mendiami daerah ini di awal 1900-an. Ketakutan mereka begitu parah sehingga mereka menjual tanah mereka kepada Jaintias dan meninggalkan daerah pada tahun 1905. Penduduk baru juga mengamati fenomena tersebut, tetapi mereka menafsirkan sebagai hadiah dari Tuhan.
Para Jaintias tidak sepenuhnya salah. Fenomena ini telah menjadi perhatian dari kalangan pengamat satwa liar dan turis, membuat desa Jatinga menajdi terkenal di dunia. Burung-burung yang harakiri itulah yang bertanggung jawab atas meningkatnya pariwisata selama bulan-bulan musim hujan. Dan mereka sangat lezat; penduduk setempat menikmati hidangan eksotis ini. Kini penduduk desa sengaja mengaktifkan lampu dan lentera untuk menarik burung dan menangkap mereka setiap tahun.
Untuk mempromosikan pariwisata, pemerintah daerah telah menciptakan sebuah festival di waktu sekitar bunuh diri burung, yang disebut Festival Jatinga. Festival pertama diadakan pada tahun 2010.
Baca Juga:
Source